Jumat, 18 Agustus 2017

Resep Praktis Hidup Bahagia

Penulis: Febri Frandikha
Siapa sich diantara kita yang tidak menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat? Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Karena pada dasarnya kebahagiaan adalah tujuan setiap makhluk yang bernyawa. Namun kesalahan banyak orang saat ini yang menganggap bahwa kebahagiaan itu terletak pada banyaknya harta. Mereka menggantungkan kebahagiaan mereka jauh tinggi di atas langit, sedangkan kedua kaki mereka tetap berpijak di atas bumi. Ada yang meletakkan kebahagiaannya jauh tinggi di atas bukit, namun ia tidak mau untuk mendaki. Dan ada pula yang menyimpan kebahagiaanya jauh tinggi di atas kanopi pucuk pohon, namun ia tidak punya tangga atau kemampuan untuk memanjat.
Padahal bahagia itu sederhana. Bisa kita letakkan di kedua tangan kita. Kemudian kita sendiri yang menentukan kapan kita bisa bahagia. Mungkinkah kita bisa bahagia setiap saat, kapanpun dan dimanapun kita berada? Lalu apa sich bahagia itu?
Ada yang mengatakan bahwa bahagia  akan diraih bilamana kita telah dapatkan apa yang kita mau dan hilang apa yang kita sedihkan. Argumen ini menimbulkan pertanyaan baru : “Apakah jika kita telah dapatkan dunia dan seisinya akan hilang apa yang kita sedihkan?” Maka jawabanya adalah “Tidak”. Akan semakin bertambah apa yang kita sedihkan dengan semakin bertambahnya apa yang telah kita dapat.” Lalu apakah itu?  “Rasa takut akan hilangnya apa yang telah kita dapatkan”.
Sobat, renungkanlah resep bahagia yang telah dipraktekan dan diajarkan Para Ahli Hikmah terdahulu. Mereka berkata: “Bahagia adalah bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, bersabar ketika ditimpa musibah dan beristighfar ketika berdosa.”  Dan begitu mengagumkan sebuah perkataan Syaikh Islam Ibnu Taimiyah : “Apa yang akan dilakukan musuh-musuhku kepadaku, sungguh syurga terletak di dalam dadaku”. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan sebagai seorang muslim kecuali hidup bahagia; dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun kondisi kita saat itu.
a.       Syukur
Ketika kita bersyukur bukan berarti kita dilarang untuk mencari nikmat Allah I yang lain yang tentunya lebih baik dari yang sebelumnya. Maksud dari syukur adalah kita menerima atas kenikmatan yang telah Allah I anugrahkan saat itu dengan hati, lisan dan perbuatan. Kemudian berikhtiar untuk mendapatkan hal yang lebih baik. Hal itu bisa kita gambarkan dari firman Allah I:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7)
b.      Sabar
Sabar sangat identik sekali dengan musibah. Ketika seseorang ditimpa musibah,  kita selalu menggunakan kata sabar dalam menghadapi musibah tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa sabar dalam menghadapi musibah bisa meraih kebahagiaan atau bahkan kesyukuran yang pada dasarnya tidak bisa terlihat secara kasat mata. Hal itu bisa kita pahami dengan hikmah atau maksud dari Allah I memberikan musibah kepada para hambaNya. Musibah mendatangkan ampunan dari Allah I. Musibah juga mendekatkan hamba tersebut kepada Allah I. Berapa banyak orang yang jauh dari Allah I namun setelah musibah datang menyapanya, maka seakan tidak ada penghalang antara hamba tersebut terhadap Allah I.
Dalam menghadapi musibah pada dasarnya manusia terbagi menjadi empat. Ada yang kufur, sabar, ridho atau bersyukur. Perbedaan antara sabar dan ridho adalah, seorang yang sabar belum tentu menerima apa yang sedang menimpanya namun dengan kesungguhan hati ia mencoba untuk belajar ikhlas bahwa tidak ada musibah yang ditimpakan kepada seorang hamba kecuali hamba tersebut mampu untuk melampauinya. Ridho berarti hamba tersebut sudah ikhlas lagi menerima. Kemudian ia berusaha untuk mencapai kepada tahap syukur. Ketika seseorang sudah mencapai tahap syukur, maka ketika itu setidaknya ia telah mensyukuri dua hal. Ia bersyukur masih ada nikmat yang tersisa pada dirinya, kemudian Ia bersyukur karena musibah akan menghapus dosa-dosanya dan menumbuhkan benih-benih pahala disisi Allah I.
c.       Istighfar
Istighfar memiliki banyak sekali faidah; bahkan sampai kebatas hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya. Dalam Al-qur’an dan hadist Allah I dan Rasulnya saw. juga menyebutkan hal tersebut. Diantaranya adalah firman Allah I:
Maka (Nuh) katakan kepada mereka (Kaumnya): 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nooh: 10-12)
Istighfar juga merupakan salah satu sebab datangnya cinta dari Allah I. Bahkan istighfar melampaui segala kenikmatam lain. Sehingga bilamana Allah I mencintai seorang hamba dengan istighfarnya, maka hal pertama yang Allah I lakukan kepada hamba tersebut bukan dengan memberikannya dunia, namun dengan mengampuni dosa-dosanya. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah I:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah saw.), niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imroon: 31)
Ibnu Qoyyim pernah berkata: “Jikalau kamu mempunyai waktu yang sedikit untuk berdoa namun permohonanmu sangat banyak, maka dahulukanlah istighfar. Karena dengan istighfar cinta Allah I turun, bilamana Allah I sudah mencintai hamba tersebut; jangankan minta sebelum minta saja sudah diberikan”.
Ya. Bahagia terletak di dalam dada ketika engkau bersimpuh dihadapan Tuhanmu sebagai seorang hamba, mentaatinya dan menghinakan diri kepadaNya. Karena seorang muslim hakiki ia berkeyakinan bahwa Allah Maha Adil terhadap hambanya. Allah tidak akan pernah berbuat dzolim. Allah akan memberi dan mmencabut (nikmat) kecuali untuk kemashlahatan hambaNya. Karena pada asalnya kebahagiaan di tangan Allah, kita tidak akan pernah meraihnya kecuali dengan mentaatinya. Sehingga, tidak ada kehidupan yang baik kecuali dengan melaksanakan seluruh perintah-perintahNya pada waktunya. Dengan itu, kita mengharapkan perjumpaan denganNya.
Sobat muda, seorang muslim sejati akan menjaga perbuatan dan pergerakannya lalu menimbangnya sesuai timbangan syariat. Sehingga, tidaklah ia berbuat kecuali yang diridhoai Tuhannya dan tidaklah ia berkata kecuali yang disukai Tuhannya. Dan hendaklah ia mengintropeksi dirinya terhadap apa saja yang sedang menimpanya berupa musibah maupun cobaan dari Allah, dan ia pun ingat bahwa musibah itu baik baginya. Allah Swt. berfirman :
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata: ‘sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali’. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhanmu dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S al Baqarah: 155-156)
Dan sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. : “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkaranya adalah kebaikan untuknya dan tidaklah hal itu didapati kecuali untuk seorang mukmin saja. Apabila ia diberi kebahagiaan ia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Dan apabila ia ditimpa musibah/kesulitan ia bersabar dan itupun kebaikan baginya. (H.R Muslim)

Dan hal serupa juga disabdakan Rasulullah Saw. : “Aku takjub terhadap (perkara) seorang muslim. Apabila ia ditimpa musibah ia intropeksi diri dan sabar, dan apabila ia diberi kebaikan ia memuji Allah dan bersyukur. Sungguh seorang muslim akan diganjar (mendapat pahala) pada setiap perbuatan/perkara sampai suapan yang disodorkan ke dalam mulut”. (H.R Thoyalasi dan Baihaqi).  F2d.