Kamis, 25 Maret 2021

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBNU KHALDUN DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY

 

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBNU KHALDUN DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASY

Zaimul Umam

Febri Prandika

Abstrak: Abdurrahman bin Khaldun dan Muhammad Athiyah Al-Abrasy merupakan intelektual muslim di bidang pendidikan. Pemikiran-pemikran mereka tentang pendidikan islam tertuang di dalam hasil karya-karya mereka yang sangat fonumenal. Latar belakang pendidikan mereka yang multibenua juga menjadikan pemikiran-pemikiran mereka terkesan lebih modern dan luas sehingga relavan digunakan dan dikembangkan hingga saat ini. Oleh sebab itu pemikiran pendidikan mereka tersebut sangat menarik rasanya untuk dikaji yang banyak hal tentu dipengaruhi oleh pemahaman mereka tentang ajaran Islam di samping problematika dan realita umat di masanya. Pemikiran mereka yang religious, kritis dan humanis menjadi sangat layak jika dijadikan refrensi pengembangan pendidikan Islam. Apatah lagi dimasa kini, diamana pengembangan ilmu pengetahuan cenderung berorientasi pada konsep Barat (barat centris) termasuk di dalam nya bidang pendidikan.

Kata Kunci: Ibnu Khladun, Muhammad Athiyah Al-Abrasy, Pendidikan Islam

PENDAHULUAN

Dewasa ini, dunia barat mendapatkan pengakuan banyak pihak sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang lebih baik dari bangsa lain. Kemajuan peradaban itu tidak lepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat hari ini. Barat dianggap mampu memberikan pembaruan teknologi yang sangat signifikan sehingga menjadikan belahan dunia lain menjadikan dunia barat sebagai kiblat modernisasi baik dalam segi ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Islam dalam hal ini, tidak melarang penganutnya untuk menjadikan bangsa lain atau masyarakat non-muslim sebagai sumber belajar selama hal itu tidak berkaitan dengan ajaran pokok agama. Namun alangkah lebih baik, jika sistem pendidikan Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah diartikan dan diinterpretasikan oleh para tokoh Islam itu sendiri. Sehingga dalam hal ini umat Islam memiliki tokohnya sendiri sebagai acuan baginya untuk meningkatkan pendidikan yang selalu berkembang saat ini. Oleh sebab itu, diperlukanya kajian secara khusus yang membahas tentang pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh di jaman nya, kemudian mengulas dan menganalisis pemikiran tersebut dan menggunakan nya dalam pengembangan pendidikan Islam. Dan diantara tokoh yang berpengaruh dan memiliki pandangan luas tentang pendidikan Islam diantaranya adalah Abdurrahman Ibnu Khaldun dan Muhammad Athiyah Al-Abrasy.

Abdurrahman bin Khaldun atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh intelektual di bidang historiografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan dan politik yang sangat berpengaruh di awal abad XV (1332-1406). Keilmuan dan kecerdasan Ibnu Khaldun ini bukan hanya tersohor dikalangan kaum muslimin saja akan tetapi sampai merambah dan diakui oleh dunia barat. Diantara hal yang membuat nama Ibnu Khaldun menjadi sangat terkenal baik di dunia Barat maupun Timur adalah melalui hasil karyanya yang sangat monumental yaitu kitab Al-Muqaddimah. Kitab yang pada dasarnya adalah pendahuluan dari kitab induknya Al-Ibar seakan membuka cakrwala kita tentang pondasi penulisan sejarah, histiriografi, pendidikan, politik, ekonomi dan lain-lainnya.

Muhammad Athiyah Al-Abrasy adalah seorang tokoh terkemuka Islam yang lahir pada tahun 1897 dan wafat pada 1981. Beliau adalah tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Al-Nasser di Mesir sekitar tahun 1954-1970 M. Kehidupan banyak ia habiskan di Mesir begitu juga dengan pengaruhnya. Dimana Muhammad Athiyah Al-Abrasy menjabat sebagai guru besar di Darul Ulum Cairo University. Disamping itu ia juga merupakan penulis yang sangat produktif. Diamana semasa hidupnya ia sudah berhasil menuliskan sebanyak lebih dari 50 judul karya tulis ilmiah. Dan diantara sumbangsih karya tulisnya dalam bidang pendidikan adalah At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, Ruh at-Tarbiyah wa Ta'lim dan At-Tarbiyah al-Islamiyah.

Lalu bagaimana kah kisah riwayat hidup kedua tokoh tersebut ? Dan pemikiran apa sajakah yang mereka lontarkan tentang pendidikan Islam dan seberapa relevannya kah pemikiran tersebut dalam konteks kekinian? Tulisan itu berupaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

PEMBAHASAN

A.    Biografi dan Riwayat Hidup Ibnu Khaldun

1.      Nasab Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan bin Muhammad bin Jabir bin Muhahammad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Khaldun.[1] Sejarawan yang memiliki nama kecil Abdurrahman ini biasa dipanggil dengan nama keluarga atau kunyah Abu Zaid, yang diambil dari nama putra sulungnya, Zaid. Beliau juga sering dipanggil dengan gelar atau laqb Waliyuddin, sebuah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu memangku jabatan Hakim Agung di Mesir. Akan tetapi beliau lebih populer dengan panggilan Ibnu Khaldun yang dinisbatkan kepada kakeknya yang kesembilan, yaitu Khaldun.[2]

Beliau lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M.[3] Adapun kematianya pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406) di Mesir. Beliau meninggal dunia secara mendadak dalam usia 76 tahun dan ketika itu ia masih menjabat sebagai hakim. Ia dimakamkan di pekuburan yang berada di Kharij babu nashr yang berada dalam daerah Ridaniah, yang sekarang disebut dengan Abasiyah.[4]

Dalam riwayat hidup yang ia tulis kita dapat mengetahui bahwa asal-usul keturunan Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman Selatan. Nenek-moyangnya hijrah ke hijaz sebelum datangnya Islam. Pada masa awal sejarah Islam, ada diantara nenek-moyangnya yang menjadi sahabat nabi, yaitu Wail bin Hujr. Beliau pernah meriwayatkan beberapa hadits, serta pernah pula dikirim Nabi untuk mendakwahkan Islam. Kemudian pada ke-8 M, salah seorang cucu Wail bin Hujr, yaitu Khalid bin Utsman, memasuki Andalusia bersama pasukan lainnya, karena tertarik oleh kemenangan-kemenangan tentara Islam disana. Hingga nantinya keturunan Khalid di Andalusia ini dikenal dengan sebutan Banu Khaldun  dan dari sanalah nama besar Ibnu Khaldun berasal.[5]

Banu Khaldun di Andalusia memiliki peran yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun politik. Namun karena situasi politik Andalusia yang tidak stabil dengan adanya perpecahan dikalangan kaum muslimin dan serangan pihak Kristen di Utara, maka hal tersebut memaksa Bani Khaldun untuk pindah ke Utara dan akhirnya menetap di Tunisia pada tahun 1223 M.

Kepindahan Bani Khaldun ke Tunisia tidak membuat marwah dan wibawa keluarga mulia ini berkurang. Kakek Ibnu Khaldun, Muhammad bin Muhammad sempat menjabat sebagai hajib, seorang kepala rumah tangga istana dinasti Hafs. Sedangkan ayahnya, Muhammad bin Muhammad yang memiliki nama yang sama dengan kakeknya adalah seorang cendekiawan muslim. Dalam sejarah tercatat bahwa ayah Ibnu Khaldun ini dikenal sebagai orang yang mahir dalam bidang bahasa Arab, tasawuf, tafsir dan sastra. Namun sayang, ayah Ibnu Khaldun ini meninggal ketika Ibnu Khaldun berusia 17 tahun pada tahun 1349 M, akibat terserang penyakit pes atau dalam istilah lain The Black Death. Dan dari latar belakang keluarga yang banyak bergerak di bidang politik dan ilmu pengetahuan inilah Ibnu Khaldun tumbuh.[6]

2.      Perjalanan Menuntut Ilmu

Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang membangun dasar-dasar ilmu sejarah. Pengetahuannya tentang historiografi, sosiologi, budaya, pendidikan, ekonomi dan lain-lain telah membesarkan namanya. Kisah perjalanan menunutut ilmu Ibnu Khaldun pun sebenarnya sudah tertuang di dalam autobiografi miliknya yang berjudul at-Ta'rif bi Ibni Khaldun Wa Rihatuhu Syarqan Wa Gharban. Dimana dalam kitab tersebut diceritakan bagaimana kisah perjalanan Ibnu Khaldun dalam menuntut ilmu di barat dan timur. Dari Afrika hingga Eropa. Dan kisah tentang jabatan-jabatan apa saja yang beliau terima selama perjalanannya tersebut. Semasa hidupnya, beliau membantu berbagai sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol, Mesir dan Al-Jazair sebagai duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasehat sultan.

Hal menarik dari sisi kehidupan Ibnu Khaldun adalah ia dikenal memiliki banyak  keahlian. diantaranya: Pembina yang pertama dan ilmu 'Umran  Basyari (Sosiologi), Imam dan ilmu pembaharu ilmu Sejarah, Imam dan pembaharu dalam ilmu Oto-Biografi, Imam dan pembaharu di bidang pendidikan, pelajaran dan ilmu jiwa, Administator dan organisator, serta negarawan dan politikus besar.

Pada 25 Muharram 786 H, ia ditunjuk oleh raja, al-Dzariq al-Barquq, untuk menjadi dosen dalam fiqih Maliki di Madrasah al-Qamhiah Mesir. Bahkan Sultan juga pernah mengangkatnya sebagai ustadz (guru besar) dalam mata kuliah Fiqh Maliki di Madrasah adz-Dzahiriah al-Barquqiah. Madrasah tersebut dijadikan madrasah Aliyah (sekoah tinggi) dan sangat terkenal di masa itu. Muhammad Kosim meringkas jabatan yang pernah dipegang oleh Ibnu Khaldun semasa hidupnya sebagai berikut:[7]

No.

Jabatan

Masa Pemerintahan

Tempat

1.

Kitabah al-'Alamah

Perdana Mentri Ibn Tafrakin (akhir 751 H), Sultan Fadhl

Tunis, Maroko bagian bawah

2.

Anggota dewan bidang ilmu pengetahuan dan salah seorang sekretaris Sultan

Abu Anan (755-758 H)

Hasan bin Umar (760 H)

Fez, Maroko bagian atas

3.

Sekretaris

Sultan Mansur bin Sulaiman (760 H)

Sda

4.

Sekretaris dan perencana Khittah al-Mazhalim

Abu Salim bin Hasan

Mentri Umar bin Abdullah

Sda

5.

Diplomat

Sultan Muhammad bin Yusuf Ismail bin Ahmar an-Nashri (raja ke-3 dinasti Ahmar) (765 H)

Granada, Andalusia

6.

Hijabah / Perdana Menteri

Abu Abdillah Hafshy (766 – 767 H)

Abu Abbas

Sda

 

Kisah perjalanan Ibnu Khaldun tidak selamanya berjalan mulus. Kritikannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan menyebabkan Ibnu Khaldun dipenjara selama 2 tahun di Maroko. Selama kurang lebih dua dekade aktif di bidang politik, serta menyaksikan penyusutan peradaban dan perpecahan di dunia Islam. Hal ini mendorong beliau untuk menganalisa sebab-sebabnya. Beliau pun lalu meneliti kekacauan politik yang terjadi di Afrika Barat Laut.[8]

3.      Karya-karya Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun mengundurkan diri dari kehidupan politik dan kembali ke Afrika Utara. Di situ dia melakukan setudi dan menulis secara insentif selama 5 tahun dan menghasilkan karya-karya yang menyebabkan beliau terkenal dan diangkat menjadi guru besar studi Islam di Universitas Al-Azhar Kairo. Dalam mengajarkan tentang masyarakat dan ilmu-ilmu sosial, Ibnu Khaldun mengajarkan pentingnya menghubungkan pemikiran sosiologi dan observasi sejarah.

Menjelang kematiannya, Ibnu Khaldun telah menghasilkan sekumpulan karya yang mengandung berbagai pemikiran yang mirip dengan sosiologi jaman sekarang. Dia melakukan studi ilmiah tentang masyarakat, riset empiris, dan meneliti sebab-sebab fenomena sosial. Ia memusatkan perhatian pada berbagai lembaga sosial (misalnya lembaga politik dan ekonomi) dan hubungan antara lembaga sosial itu. Ia juga melakukan studi perbandingan antara masyarakat primitive dan masyarakat modern atau tentang masyarakat nomeden dengan masyarakat menetap.[9]

Diantara karangan-karangan yang pernah ditulis oleh Ibnu Khaldun diantaranya adalah:[10]

a.       Kiitab al-'Ibar wa Diwan al-Mubtada' wa al-Khabar fi Ayyam al-'Arab wa al-'Ajam wa al-Barbar wa Man 'Asarahum min Dzawi as-Sulthan al-Akbar. Atau yang lebih dikenal dengan Kitab al-'Ibar atau Tarikh Ibnu Khaldun.

b.      Muqaddimah Ibnu Khaldun. Ini adalah kitab bagian pertama dari 7 jilid Kitab al-'Ibar Ibnu Khaldun. Jika kita rincikan maka susunan Kitab 'Ibar yang merangkap kepada Muqaddimah Ibnu Khaldun menjadi sebagai berikut:

 

 

 

Kitab al-'Ibar

Pendahuluan

Buku Pertama

Jilid Kedua

Jilid Ketiga

Jilid Keempat

Jilid Kelima

Jilid Keenam

Jilid Ketujuh

Jilid Pertama

(Muqaddimah)

Buku Kedua

Buku Ketiga

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Kitab 'Ibar atau Tarikh Ibnu Khaldun berikut didalamnya merangkum Muqaddimah Ibnu Khaldun seperti yang dituturkan oleh penulisnya disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1). Pendahuluan (al-Muqaddimah) yang membahas tentang manfaat historiografi, bentuk-bentuk historiografi, dan beberapa kesalahan sejarawan.

2). Buku Pertama, yang berisi tentang peradaban dan berbagai karakteristiknya, seperti kekuasaan, pemerintahan, mata pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan.

3). Buku kedua, yang mencakup uraian tentang sejarah Arab dan bangsa-bangsa yang sejaman dengannya, seperti bangsa Nabti, Siryani, Persia, Yahudi, Qibti, Yunani, Romawi, Turki, dan Franka.

4). Buku Ketiga, menguraikan sejarah bangsa Barbar dan Zanatah, khususnya kerajaan dan negara-negara di Afrika Utara (Maghrib).

Melihat luasnya materi yang dibahas, Kitab al-'Ibar layak disebut sebagai an exhaustive history of the world. Dan dari sinilah para pengkaji Ibnu Khaldun atau disebut dengan Khaldunian baik dari Timur maupun Barat sering menyebut bahwa Kitab al-'Ibar sebagai The Universal History of the World atau The History of the World.

c.       At-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan. Ini adalah karya yang berisikan otobiografi Ibnu Khaldun.

d.      Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin. Suatu ringkasan atas karya Fakhr ad-Din al-Razi yang berjudul al-Muhassal. Dan ini menjadi karya pertama Ibnu Khaldun ketika umurnya masih berusia 19 tahun.

e.       Syifa' al-Sail fi Tahzib al-Masa'il. Karya ini ditulis oleh Ibnu Khaldun ketika dirinya berada di Fez.

f.        Di dalam The Encyclpedia of Islam disebutkan oleh Ibnu Khatib bahwa Ibnu Khaldun menuliskan sebuah komentar tentang Burdah karangan al-Bushairi, membuat outline tentang logika dan aritmatika, beberapa resume tentang karya-karya Ibnu Rusyd dan sebuah komentar tentang ushul fiqh karya Ibn al-Khatib sendiri. Namun sayang karya-karya tersebut tidak terlacak keberadaannya. Namun kemungkinan karya-karya tersebut ditulis sebelum Ibnu Khaldun menjalani masa khalwatnya di Qal'at Ibnu Salamah. Adapun Ibnu Khaldun bertemu dengan Ibn al-Khatib ketika ia masih berada di Granada.

B.     Pemikiran Ibnu Khaldun

1.      Corak Pemikiran Ibnu Khaldun

Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang filsuf, ilmuan dan agamawan. Pemikiran filsufnya di dapati ketika dirinya masih muda, di mana ketika dirinya masih muda ia sudah mempelajari filsafat. Tokoh yang paling dominan yang mempengaruhi filsafat Ibnu Khaldun adalah al-Gazali (1058 – 1111 M) dan Ibnu Rusydi (1126 – 1198 M). Filsafat yang dianut oleh Ibnu Khaldun dengan menggunakan dua tokoh ini sebagai orang yang paling mempengaruhi filsafatnya terkesan sangat aneh. Hal itu dikarenakan kedua tokoh ini memiliki orientasi yang saling bertentangan dalam masalah filsafat. Ibnu Rusyd adalah pendukung utama Aristoteles dalam Islam sedangkan Al-Ghazali adalah musuhnya yang paling utama. Akan tetapi, justru disinilah letak kekhasan pemikiran Ibnu Khaldun. Beliau berhasil menyatukan pemikiran filsafat al-Ghazali dan Ibnu Rusyd sekaligus. Dengan pemikiran sintesis seperti ini Ibnu Khaldun berarti membangun corak pemikiran baru.

Sebagai seorang filsuf yang rasionalis nyatanya Ibnu Khaldun juga seorang ilmuan yang empiris. Ia berhasilkan memadukan antara metode deduksi dan induksi dalam Islam. Dan atas pemikirannya ini dikenallah sains falsafah yang nantinya dikembangkan oleh Francis Bacon (1561 – 1626 M) dua setengah abad setelahnya. Sehingga dari sini kita mengetahui bahwa pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah "modern" pada masanya.

Berbeda dengan posisinya sebagai seorang filsuf dan ilmuan, Ibnu Khaldun juga merupakan sosok yang sangat religius. Hal ini dapat kita ketahui dengan jabatan yang pernah ia rangkuh, yaitu sebagai Hakim Agung Madzhab Maliki di Mesir. Hal itu juga dapat kita ketahui dengan metode penulisan Ibnu Khaldun dalam kitab-kitabnya. Diamana ia membawakan ayat-ayat Al-Qur'an dan menyelipkan nya ke dalam setiap pembahasannya. Dan  makamnya yang berada di Kharij babu nashr adalah pemakaman Sufi yang tidaklah seseorang boleh dikebumikan di pemakaman tersebut kecuali ia adalah tokoh besar Sufi.

Beliau telah memperlihatkan hubungan yang erat antara sains dan agama, sehingga meskipun berpandang empiris, tapi tetap diliputi jiwa ketuhanan yang berasal dari semangat keagamaannya. Dan semua gaya pemikiran Ibnu Khaldun, baik sebagai seorang filsuf, ilmuan maupun agamawan terbentuk sebagai hasil dari kondisi sosio-kultural yang ada pada masanya. Dimana pada masa hidupnya ia terlibat langsung dalam intrik-intrik politik di Afrika Utara dan Granada. Corak pemikirannya yang rasionalistik-empiristik-sufistik kiranya telah dijadikan dasar pijakannya dalam membangun teori-teori sejarahnya.[11]

2.      Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam

Dalam kitab al-Muqaddimah, ada beberapa pemikiran Ibn Khaldun terkait pendidikan Islam. Secara ringkas dijabarkan sebagai berikut:[12]

a.       Hakikat Manusia. Di dalam al-Muqaddimah dijelaskan bahwa hakikat manusia dapat dilihat dari beberapa segi, diantaranya:

1)      Manusia sebagai makhluk berpikir

2)      Kepribadian manusia memiliki beberapa dimensi, diantaranya aspek jasad, aspek an-nafs dan aspek ar-ruh.

3)      Manusia sebagai Khalifah Allah di bumi, makhluk individu dan sosial

b.      Tujuan pendidikan Islam. Ibnu Khaldun memang tidak secara eksplisit membahas tentang tujuan pendidikan Islam. Namun bila kita membaca dan memahami hasil karya nya maka kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam menurutnya tergambar pada tiga sudut pandang, yaitu: dari segi struktur kepribadiannya, dari segi tabiatnya sebagai makhluk sosial dan dari segi fungsi dan perannya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi.

c.       Kurikulum dan hakikat ilmu. Dalam hal ini Ibn Khaldun membagi ilmu menjadi tiga kelompok yaitu, pertama, al-Ulum an-Naqliyah seperti Ilmu Al-Qur'an, Ilmu Hadits, ilmu fiqh dan lain-lain. Kedua, al-Ulum al-Aqliyah seperti ilmu manthiq, ilmu alam, metafisika dan matematika. Ketiga, Ilmu Alat atau ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab seperti Nahwu. Shorof, Adab, Bayan dan Leksikografi.

d.      Metode Pendidikan. Ada beberapa metode pendidikan yang dapat dirumuskan dari kitab al-Muqaddimah, yaitu: metode hafalan, metode dialog, metode widya wisata, metode keteladanan, metode at-tikrar dan at-tadrij, dan metode belajar Al-Qur'an.

e.       Prinsip-prinsip dasar metode Pembelajaran. Setidaknya ada delapan prinsip dasar dalam menerapkan metode pembelajaran menurut Ibn Khaldun, yaitu:

1)      Mengajarkam materi dari yang inderawi kepada yang rasional

2)      Menggunakan sarana tertentu untuk menjabarkan pelajaran

3)      Prinsip spesifikasi dan integrase

4)      Prinsip kontinuitas dalam penyajian materi

5)      Tidak mencampuradukkan antara dua ilmu pengetahuan dalam satu waktu

6)      Menghindari kekerasan terhadap peserta didik

7)      Jangan mengajarkan ilmu dari hasil ringkasannya

8)      Mempelajari ilmu alat sebaiknya tidak menjadi tujuan utama

f.        Pendidik dan peserta didik. Dalam kitab Muqaddimah di dapati bahwa pendidik hendanya melakukan hal-hal berikut:

1)      Menjadi teladan bagi peserta didik

2)      Menguasai metode yang relevan dalam mendidik peserta didik

3)      Memiliki kompetensi di bidang keilmuannya

4)      Mendidik peserta didik dengan penuh kasih sayang

5)      Memperhatikan psikologi peserta didik sehingga memperlakukan mereka sesuai dengan kondisi psikisnya

6)      Memberikan motivasi untuk terus semangat menuntut ilmu

Adapun bagi peserta didik, hendaklah melakukan hal-hal berikut:

1)      Memahami bahwa kemampuan dan kecakapan yang ia miliki adalah semata-mata anugrah dari Allah swt

2)      Tidak mengagungkan logika, sebab logika hanya alat untuk mencari pengetahuan

3)      Kemampuan untuk mencapai tujuan pendidikan, meskipun dihadapkan berbagai macam rintangan

4)      Tidak ragu dalam mencari kebenaran, karena hal itu membuat seseorang gagal mencapai tujuan

5)      Apabila seorang pelajar mengalami kesukaran dan kebimbangan untuk menemukan kebenaran, maka tinggalkanlah berpikir secara logis yang relative itu.

g.      Peran orangtua dan masyarakat. Orangtua menyerahkan anaknya kepada pendidik sembari terjalinnya komunikasi yang baik antara orangtua dan pendidik. Orangtua bisa menyampaikan harapan-harapannya begitu pula pendidik menerima saran dan pesan dari orangtua sehingga proses pendidikan berjalan dengan baik. Adapun dalam hubungan pendidikan dalam masyarakat, masyarakat dituntut terlibat aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk kelangsungan pendidikan generasi mudanya. Diantara dengan menciptakan lingkungan dan pergaulan yang baik ditengah proses pendidikan

 

C.    Biografi Muhammad Athiyah Al-Abrasy

Pendidikan Islam telah dimulai sejak lebih dari 14 abad. Hingga masa kini, telah banyak ulama yang lahir untuk merumuskan pendidikan Islam yang paling sesuai dengan ajaran Islam. Di antara para ulama itu adalah Muhammad Athiyah Al-Abrasy.

Beliau dilahirkan pada awal April tahun 1897 dan wafat pada tanggal 17 Juli 1981. Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum tahun 1921, dan tahun 1924 beliau terbang ke Inggris, disana beliau mempelajari ilmu pendidikan, psikologi, sejarah pendidikan, kesehatan jiwa, bahasa Inggris berikut sastranya. Pada tahun 1927 beliau memperoleh gelar sarjana pendidikan dan psikologi dari universitas Ekstar, dan pada tahun 1930 beliau berhasil menggondol dua gelar sarjana bahasa, masing-masing adalah bahasa Suryani dari universitas kerajaan di London, dan bahasa Ibrani dari lembaga bahasa timur di London.[13]

Beliau adalah seorang tokoh pendidikan yang hidup pada masa pemerintahan Abd. Al Nasser yang memerintah Mesir pada tahun 1954-1970 M. Ia adalah seorang sarjana yang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang merupakan pusat ilmu pengetahuan islam, sekaligus sebagai guru besar pada Darul Ulum Cairo University, Cairo. Sebagai tenaga pendidik dan guru besar beliau secara sistematis telah menguraikan pendidikan islam dari zaman ke zaman serta mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode, kurikulum dan sistem pendidikan modern.[14]

 Tidak seperti tokoh dan ilmuan lain, informasi tentang sejarah hidup Al-Abrasy tidak banyak diketahui secara lengkap.[15] Yang jelas ia diketahui sebagai salah seorang sarjana lulusan Inggris yang terakhir menjabat sebagai  Guru Besar di Universitas Darul ‘Ulum Kairo, Mesir. Disamping itu ia dikenal sebagai seorang penulis yang produktif. Hal ini terbukti dengan  peninggalan hasil karya tulisnya yang tidak kurang dari 50 judul buku.[16]

Dalam bidang pendidikan,  beberapa karyanya seperti : At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Ruh At-Tarbiyah wata’lim, dan At-Tarbiyah al-Islamiyah, telah memberikan gambaran yang jelas betapa besarnya  perhatian dan pemikiran  Al-Abrasyi’ disamping telah mengungkap secara sistematis tentang sejarah pendidikan Islam, dari masa ke masa, termasuk di dalamnya menguraikan perbandingan prinsip-prinsip, metode dan kurikulum dan system pendidikanm modern di dunia Barat pada abad ke-20.  Ia pun telah memberikan uraian tentang posisi ilmu pengetahuan dalam Islam, proses pendidikan pengajaran yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits serta memberikan penjelasan mengenai fungsi masjid, Perguruan Tinggi (Institut), Lembaga-lembaga pendidikan, perpustakaan, arti pentingnya seminar dan perlunya kelengkapan sarana-dan prasana dalam proses pendidikan, yang kesemuanya diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.[17]

Muhammad Athiyah Al-Abrasy sangat terkenal di kalangan ahli pendidikan Islam. Keilmuannya diakui dan dikenal melalui berbagai karyanya yang selalu menjadi rujukan. Beliau juga terkenal kritis dalam menanggapi berbagai fenomena yang terjadi di tengah masyarakat. Analisisnya yang dalam dan penyajiannya yang modern menjadikan karya-karyanya dilirik oleh penerbit-penerbit di Kairo.

Di antara karyanya adalah sebagai berikut : [18]

1.      Ruh al-Islam (Kairo: Isa al-babi al-Halabi Bi Sayyidina Husain, tt)

2.      Azamah al-Islam, Juz I, (Kairo : al-Anglo al-Misritah 165 Syairi' Muhammad Fardi, tt)

3.      'Azamah al-Islam, Juz II, (Kairo : al-Anglo al-Misritah 165 Syairi' Muhammad Fardi, tt)

4.      'Azamah ar-Rasul Muhammad, (Kairo : Dar al-Katib al-'Arabi, tt)

5.      al-Asas fi al-Lughah al-'Ibriyah bi al-Isytirak, (tt.p, Wuzarah at-Tarbiyah, tt).

6.      al-adab as-Saniyah, (Nafd)

7.      Abtal asy-Syiriq, (Kairo : Lajnah al-Bayan al-'Arabi bi Syari Amin Sami bi al-Munirah, tt)

8.      Musykilatuna al-Ijtimaiyah, (Kairo : Lajnah al-Bayan al-'Arabi bi Syari Amin Sami bi al-Munirah, tt)

9.      Qisas al-'Uz ama' (Kairo : Dar al-Ma'arif, tt)

10.  Qisas fi alButulah wa al-Wataniyah, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)

11.  Aru al-Qisas Li Charles Diekens, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)

12.  Qisas Min al-hayah li Charles Diekens, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)

13.  al-Maktabah al-Haditsah li al-Atfal, 60 Kitab, (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)

14.  Al-Maktabah ak-Khudara' 8 Kitab (Kairo : Dar al-Ma'aruf, tt)

15.  Maktabah at-Tifl, 100 Kitab, (Kairo : Misr bi Syari Kamil Sadiqi bi al- Fujalah, tt)

16.  al-Maktabah az-Zihabiyah min Adab al-Atfal, 15 kitab, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah, tt)

17.  Maktabah al-Tilmiz, 10 Kitab, (Kairo : an-Nahd ah al-Misriyah, tt)

18.  Nizam at-Tarbiyah wa at-Ta'lim bi Injilatra, (Nafd)

19.  al-Mujizu fi at-Turuq at-Tarbawiyah li Tadris al-Lughah al-Qaumiyah,(tt.p : Dar Nahd ah Misr, tt)

20.  Ahsan al-Qasas, 3 Juz, (Nafd)

21.  A'lam as-Saqafah al-Arabiyah wa Nawabiga al-Fikr al-Islami; Sibawaih wa Ibn Sina, Wa Yaqul al-Hamawi, (tt.p: Dar Nahd ah Misr bi al-Fujalaj, tt)

22.  A'lam as-Saqafah al-Arabiyah ? wa Nawabiga al-Fikr al-Islami; al-Jahiz, Ibn al-Haisyam, al-Farabi, Ibn Khaldin, (tt.p: Dar Nahd ah Misr bi al- Fujalaj, tt)

23.  A'lam as-Saqafah al-Arabiyah ? wa Nawabiga al-Fikr al-Islami; Jabir bin Hayyan, al-Qadli al-Jurjani abi ar-Raihan al-Biruni, (tt.p: Dar Nahd ah Misr, tt)

24.  al-Butulah al-Misriyah fi Sina wa Bur sa'id, (tt.p : Dar Nahd ah Misr bi al- Fujalah, tt)

25.  Abtaluna al-Fadaiyun fi Sina wa Bur Sa'id (tt.p : Dar Nahd Misr bi al- Fujalah, tt)

26.  Qisas 'Ilmiyah Maksatah li Atfal, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah)

27.  al-Maktabah az-Zarqa' li Atfal, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah)

28.  Qisas Diniyyah li Atfal : Qiss ah al-Mustak Saw, (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)

29.  Qisas Diniyyah li Atfal ; Qiss ah Umar bin al-Khattab ; 3 Juz (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)

30.  Silsilah al-'Uz.Ama' : Khalid bin al-Walid, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt)

31.  Silsilah al-'Uz.ama' : Salah ad-Don al-Ayyubi, (Kairo : al-Anglo al- Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt)

32.  Muhammad Farid, (Kairo : al-Anglo al-Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt)

33.  Kutub Madrasah Mutanawwiyah, (Kairo : Dar al-Ma'arif (Musbiru), tt)

34.  Maktabah Atfal ad-Diniyyah ; Qisas min Hayan A'zam ar-Rusul, 30 Kitab (tt.p : Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt)

 

D.           Pemikiran Pendidikan Islam Muhammad Athiyah Al-Abrasy

1.      Pengertian pendidikan Islam

Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan, karena dari kehidupan itulah yang bisa membedakan antara kehidupan manusia yang dialami oleh hewan.Pendidikan secara umum (formal maupun non formal) pada dasarnya merupakan kebutuhan yang primer dengan manusia,  baik secara individu maupun sebagai warga negara, yang menuju kearah terbentuknya kepribadian yang utama.[19]

Pendidikan Islam menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut

 

 

 

 

 


Sesungguhnya pendidikan Islam itu meliputi prinsip-prinsip (demokrasi), yaitu kebebasan, persamaan, dan kesempatan yang sama dalam pembelajaran, dan untuk memperolehnya tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin, sesungguhnya mencari ilmu bagi mereka merupakan suatu kewajiban dalam bentuk immateri, bukan untuk tujuan materi (kehendak), dan menerima ilmu itu dengan sepenuhnya hati dan akal mereka, dan mencarinya dengan keinginan yang kuat dari dalam dirinya, dan mereka banyak melaksanakan perjalanan panjang dan sulit dalam rangka memecahkan masalah-masalah agama.

Pernyataan beliau di atas menunjukkan bahwa pendidikan Islam itu merupakan sesuatu yang memang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat secara umum dan menyeluruh, karena prinsip-prinsip yang ada pada kenyataannya dapat menjadikan kehidupan ini lebih bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Pendidikan Islam disini pada kenyataannya memang telah banyak memberikan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat pendidikan, tidak hanya terbatas pada pendidikan Islam saja, namun, menjadikan pendidikan Islam ini berkembang di dunia pendidikan modern dewasa ini.

Hal ini dikarenakan pendidikan Islam terutama menurut beliau memang merupakan disiplin ilmu yang memiliki dasar dan tujuan yang jelas, relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat di dunia.

Pendidikan Islam memang sangat ideal untuk dilaksanakan di dalam dunia pendidikan. Dan lapangan dari pendidikan Islam telah menembus berbagai dimensi kependidikan, baik bentuk, orientasi, sikap, maupun volume kurikulum yang selalu dipengaruhi oleh pengaruh eksternal dan internal umat Islam, yang dilancarkan untuk melakukan perubahan pandangan, pikiran dan tindakan umat Islam dalam menghadapi kemajuan zaman dan tantangannya.[20]

 

2.      Tujuan pendidikan

Tujuan merupakan keinginan atau cita-cita yang ingin dicapai melalui usaha yang sudah terencana dan sistematis. Pendidikan sebagai usaha yang terintegrasi dan sistematis juga memiliki tujuan yang terarah dan terukur.

Menurut Al-Abrasyi tujuan “utama” dari pendidikan  adalah mencapai “Fadhilah” (keutamaan) yang disebut dengan “insan kamil”.[21]  Yaitu  manusia yang memiliki akhlak yang mulia, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki keseimbangan antara dunia dan akhirat, menguasai ilmu pengetahuan (cerdas) dan memiliki keterampilan bekerja dalam masyarakat (terampil).[22] Yang dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang. Sampai disini nampak sekali bahwa dalam masalah ini,  Al-Abrasyi banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibnu Sina dan Al-Ghazali.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Abrasyi berpendapat bahwa  pelaksaanaan pendidikan harus berpijak pada lima azas utama yaitu :

a.       Pendidikan Akhlaq sebagai roh pendidikan Islam.

b.       Pendidikan yang memperhatikan kepentingan agama dan dunia secara seimbang

c.       Pendidikan yang mengutamakan segi-segi manfaat

d.       Kegiatan belajar dan Belajar hanya karena Allah

e.       Pendidikan kejuruan, pertukangan sebagai bekal untuk mencari rezki.[23]

Memperhatikan uraian tersebut diatas, maka  rumusan tujuan pendidikan yang dirumuskan Abrasyi, walaupun masih berbentuk sederhana, tetapi tetap  memiliki relevansi dengan rumusan tujuan pendidikan yang ada  sekarang ini. Seperti diketahui bahwa rumusan tujuan pendidikan disusun dan dibagi kedalam beberapa bagian baik dilihat dari aspek gradasinya, aspek sifat, aspek penyelenggara (lembaga), termasuk dari segi orientasi outputnya.[24]

 

3.       Metode Pembelajaran.

Al-Abrasyi dalam bukunya “Ruh At-Tarbiyah Wata’lim” memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar adalah jalan yang harus diikuti untuk memberikan pemahaman yang efektif dan efisien kepada peserta didik dalam semua mata pelajaran.[25]

Berdasarkan pendapat tersebut diatas,  bila dirinci lebih lanjut maka fungsi methode dalam proses pembelajaran akan memiliki kesamaan dengan apa yang dirinci oleh  al-Syaibany  bahwa :

a.       Metode mengajar berfungsi sebagai jalan (pemandu) bagi guru untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik.

b.       Membantu dan mempermudah peserta didik dalam memahami pelajaran, memiliki keterampiulan, membiasakan sikap atau nilai dan lain sebagainya.

c.       Berjalannya proses pembelajaran dengan terukur, terarah  dan terlaksana sesuai dengan harapan.[26]  

Sejalan dengan itu maka Abrasyi berpendapat bahwa dalam memilih dan menentukan metode yang akan di pergunakan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a.       Penyampaian materi dilakukan secara berangsur-angsur dengan memperhatikan tingkat  perkembangan berpikir peserta didik.

b.       Peserta didik yang pintar jangan diajar  seperti orang bodoh, sebagaimana orang-orang khusus jangan diajar seperti orang biasa.

c.       Pada pendidikan tingkat tinggi, pendidikan Islam telah merintis metode assigment (pemberian tugas)

d.       Metode menghafal dijadikan dasar bagi penggunaan metode muhadharah, dan  diskusi hendaklah dikembangkan

e.       Memperhatikan suasana pembelajaran yang tenang, karena suasana yang hening, tentram tapi dinamis sehingga pelaksanaan diskusi,  seminar dan dialog dapat berlangsung dengan baik.

f.        Pembelajaran juga harus didukung oleh kemesraan hubungan antara guru dan peserta didik, sehingga  merangsang munculnya kesenangan dalam belajar.[27]

Pada dasarnya metode pembelajaran yang diungkapkan oleh Al-Abrasyi, mencakup   dua, konvensional dan inkonvensional. Secara konvesional, ia menyebutkan beberapa metode pembelajaran seperti : metode qiyash, metode diskusi, metode tanya jawab, metode observasi, metode latihan/praktek dan metode bimbingan.

Sedangkan metode secara inkonvensional dapat dilihat dari uraiannya dalam memberikan definsi metode pengajaran, seperti yang dikuti oleh Asy-Syaibany bahwa : Menurut Al-Abrasyi metode pembelajaran menurut Al-Abrasyi adalah rencana yang dibuat oleh guru sebelum masuk kedalam kelas dan diterapkan pada waktu pembelajaran.

 

4.       Kurikulum dan Materi pembelajaran

            Menurut Abrasyi, pengembangan kurikulum pendidikan Islam dilandasi oleh prinsip-prinsip :

a.       Demokratisasi, kebebasan, persamaan, keterbukaan dan kesempatan yang sama untuk belajar

b.       Persamaan kesempatan antara pria dan wanita dalam menikmati pendidikan

c.       Pendidikan itu berpusat pada anak, bukan pada guru, sebab yang memerlukan ilmu adalah peserta didik

d.       Harus ada penelusuran kemampuan peserta didik

e.       Tidak dikenal batas awal dan batas akhir dalam mengikuti proses pendidikan.

Bila diperhatikan dengan seksama prinsip pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Abrasyi amat bersesuaian dengan kondisi pendidikan dewasa ini. Dan bahkan sebagai ilustrasi, pengembangan kurikulum dalam bentuk kurikulum berbasis kompotensi yang sekarang ini sedang digulirkan dalam sistem pendidikan Indonesia,  pada dasarnya sama dengan prinsip yang telah dikemukan Abrasyi.

 

5.              Peserta didik.

          Seperti yang telah diungkapkan seblumnya bahwa,  Abrasyi berpendapat  tidak ada batasan usia untuk memulai dan mengkhiri pendidikan. Masalah banyaknya peserta didik masuk kesekolah formal pada usia 6 atau 7 tahun lebih bersifat pada keterikatan pada kebiasaan atau mungkin juga dikaitkan dengan kewajiban orang tua  mulai mengajak anaknya melaksanakan shalat pada usia tersebut.

               Yang benar adalah ketika tuntutan formal peserta didik itu memiliki kesiapan Jasmani dan rohani untuk menerima pendidikan. Yang penting diperhatikan dalam masalah peserta didik ini adalah :

a.       membersihkan hati dari sifat ria’, takabur dan sombong, karena menuntut ilmu itu sama dengan ibadah

b.       niat belajar harus diarahkan pada memperindah jiwa dengan kemuliaan akhlak dan mendekatkan diri pada Allah.

c.       Tekun menggali ilmu, walaupun melalui guru yang jauh

d.       Hormat kepada guru karena Allah dan menyenangkannya

e.       Tidak merepotkan guru dengan sejumlah pertanyaan, tidak duduk ditempat duduk guru, dan tidak memulai pembicaraan tanpa seizin guru.

f.        Mengulangi pelajaran diwaktu senja dan menjelang subuh

g.       Bersungguh-sungguh dalam belajar siang dan malam serta bertekad bulat untuk belajar sampai akhir hayat.

6.              Sistem Evaluasi.

Evaluasi amat diperlukan dalam menilai hasil proses pembelajaran. Menurut Abrasyi dalam pelaksanaan evaluasi sangat tergantung pada pertimbangan seorang guru. Karena itu evaluasi dapat dilakukan setiap hari atau bulanan bahkan tahunan, jika menurut guru sudah memadai untuk diuji. Atas dasar itu Abrasyi berpendapat bahwa pada dasarnya tidak ada ujian bulanan apalagi ujian  tahunan. Bahkan absensi harianpun tidak diperlukan, karena pelaksanaan proses belajar mengajar didasarkan pada motivasi belajar peserta didik yang demikian tinggi.

7.              Lingkungan pendidikan

 Tiga pusat pendidikan yang terdiri dari rumah tangga, masyarakat dan sekolah merupakan lingkungan pembelajaran yang diakui eksistensi oleh Abrasyi. Ada 2 tuntutan pokok untuk mengembangkan ketiga lingkungan pendidikan tersebut yaitu : (1) lingkungan pendidikan Islam harus tetap terkait dengan masjid sebagai lambang keagamaan. (2) Ketiga pusat pendidikan itu harus berada dalam posisi saling melengkapi dan saling menunjang.

 

PENUTUP

Dari hasil pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan tentang tokoh intelektual Islam Muhammad Athiyah Al-Abrasy dan Abdurrahman bin Khaldu sebagai berikut:

1.       Abdurrahman bin Khaldun adalah seorang filsuf dan ilmuan yang religious. Kemampuannya dan pemahamannya di bidang historiografi, sosiologi, ekonomi, pendidikan dan politik membesarkan namanya sehingga ia pun menjadi tokoh yang sangat berpengaruh di awal abad XV (1332-1406). Perjalanan dan perjalanan hidupnya dari Afrika Utara hingga Andalusia beserta segala jabatan yang pernah ia pegang selama hidupnya menjadikan ia sebagai tokoh yang inspiratif.

2.       Diantara karangan fenomenal yang pernah ditulis oleh Ibnu Khaldun yang hingga saat ini dijadikan sebagai refrensi utama dalam bidang sosiologi, historiografi, pendidikan, ekonomi dan lainnya adalah Al-Muqaddimah. Kitab Al-Muqaddimah sebenarnya hanyalah kata pengantar atau jilid pertama dari tujuh jilid kitab induk al-Ibar kitab sejarah milik Ibnu Khaldun. Namun karena keluasan isi buku tersebut menjadikan Al-Muqaddimah menjadi lebih popular dibandingkan kitab induknya.

3.       Setelah melacak pemikiran Ibnu Khaldan tentang pendidikan Islam dalam kitab Al-Muqaddimah dapat kita ambil kesimpulan bahwa Ibnu Khaldun sedikit banyak membahas tentang beberapa komponen pendidikan Islam diantaranya tentang hakikat manusia, tujuan pendidikan, kurikulum, hakikat ilmu, metode pengajaran, pendidik dan peserta didik, peran orangtua dan masyarakat.

4.       Tokoh pendidikan kita yang kedua adalah Muhammad Athiyyah Al-Abrasy (1897 – 1921). Seorang tokoh intelektual Islam yang begitu berpengaruh dipermulaan abad XX. Latar belakang pendidikan nya di Timur Tengah dan Britania Raya sekaligus jabatannya sebagai guru besar di Darul Ulum Cairo University menjadikan pemikiran pendidikan yang ia gagas bersifat modern dan luas.

5.       Selama hidupnya Muhammad Athiyyah Al-Abrasy sudah menuliskan sekitar 50 karya tulis ilmiah. Dimana diantara karya tulis tersebut ia menuangkan pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan diantaranya di dalam kitab At-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, Ruh At-Tarbiyah wata’lim, dan At-Tarbiyah al-Islamiyah dan masih banyak lagi. Dimana di dalam karangan-karangan tersebut beliau menyampaikan tentang sejarah pendidikan Islam dari masa ke masa, termasuk di dalamnya menguraikan perbandingan prinsip-prinsip, metode dan kurikulum dan system pendidikanm modern di dunia Barat pada abad ke-20.

 

              

DAFTAR PUSTAKA

 

 

A. Tafsir. 2001. Teori-Teori Pendidikan Islam, Telaah Atas Pemikiran Tokoh-tokoh Pendidikan Islam, Fak.Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung

            . 2000 Ilmu Pendidikan Islam Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosda karya

Al-Abrasy, Muhammad Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan H.Bustami A.Gani, Jakarta : Bulan Bintang

            . Ruh At-Tarbiyah wata’lim, , Isa al-Baby al-Halby & CO, Al-Qahirah

            .1975. at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Fafasifatuha, (Kairo : Isa al-Babi al-Halabi, cet. 3

Al-Syaibany, Omar Mohammad al-Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang

Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam, Logos, Jakarta,

Djuwaeli, Irsyad. 1998. Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta : Karsa Utama Mandiri dan PB. Mathlo‟ul Anwar

Enan, Muhammad Abdullah. Ibnu Khaldun, Kehidupan dan Karyanya, (Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2019)

Fadhly. Pemikiran Pendidikan Islam menurut Muhammad Âl-˜athiyah Al-Abrasyi, diakses dari  :

https://sumsel.kemenag.go.id/artikel/view/10841/%3Ccenter%3E%3Cb%3Epemikiran-pendidikan-islam--menurut--muhammad-%C3%A2%E2%82%AC%CB%9Cathiyah-alabrasyi-%3Ccenter%3E%3Cb%3E

Khaldun, Ibnu. At-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan. (Daar al-Kitab al-Lubnani)

____________. Muqaddimah Ibnu Khaldun. (Daar Ya'rib, 1425 H).

Kosim, Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas. (Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015)

Marimba, Ahmad D. 1981Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : al-Ma‟arif Cet. 5

Musayyidi, Pemikiran Pendidikan Prof. Dr. M. Athiyah al-abrasyi, Kariman, Volume 06, Nomor 02, Desember 2018

Samsinas, Ibnu Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal Hunafa, 2009)

Suharto, Toto. Historiografi Ibnu Khaldun. (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 22-23 lihat juga, Ibnu Khaldun, at-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan, (Daar al-Kitab al-Lubnani)

Umran, Benny Arby. Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasy Tentang Pendidikan Islam, Makalah

 

 



[1] Ibnu Khaldun, at-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan, (Daar al-Kitab al-Lubnani), hal. 03

[2] Toto Suharto, Historiografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 22-23 lihat juga, Ibnu Khaldun, at-Ta'rif bi Ibn Khaldun wa Rihlatuhu Gharban wa Syarqan, (Daar al-Kitab al-Lubnani), hal. 04-10.

[3] Muhammad Abdullah Enan, Ibnu Khaldun, Kehidupan dan Karyanya, (Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2019), hal. 14.

[4] Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas, (Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 391.

[5] Toto Suharto, Historiografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 23-24

[6] Toto Suharto, Historiografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 23-27

[7] Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas, (Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 390-391.

[8] Samsinas, Ibnu Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal Hunafa, 2009), hal. 333)

[9] Samsinas, Ibnu Khaldun; Kajian Tokoh Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial, (Palu: Jurnal Hunafa, 2009), hal. 333)

[10] Toto Suharto, Historiografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 43-49.

[11] Toto Suharto, Historiografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Kencana, 2020), hal. 39-43.

[12] Muhammad Kosim, Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun dan Relevansinya dengan Sisdiknas, (Padang: Jurnal Tarbiyah, 2015), hal. 391-407.

[13] Musayyidi, Pemikiran Pendidikan Prof. Dr. M. Athiyah al-abrasyi, Kariman, Volume 06, Nomor 02, Desember 2018, hal. 240

[15] A.Tafsir, (ed), Teori-Teori Pendidikan Islam, Telaah Atas Pemikiran Tokoh-tokoh Pendidikan Islam, Fak.Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Jati, Bandung, 2001, hal. 216

[16] Ibid.

[17] Benny Arby Umran, Pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasy Tentang Pendidikan Islam, Makalah, hal.  1

[18] Muhammad 'Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Fafasifatuha, (Kairo : Isa al-Babi al-Halabi, 1975), cet. 3, hlm. 309-311

 

[19] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : al-Ma‟arif, 1981), Cet. 5, hal. 19

[20] Irsyad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, (Jakarta : Karsa Utama Mandiri dan PB. Mathlo‟ul Anwar, 1998), hal. 101-102

[21] Muhammad Athiyah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terjemahan H.Bustami A.Gani, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hal. 1

[22] Bandingkan dengan A.Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Persfektif Islam, PT. Remaja Rosda karya, Bandung, 2000, hal. 41 - 46

[23] Muhammad Athiyah al_Abrasyi, Op.Cit., hal, 2 - 4

[24] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Logos, Jakarta, 1999, hal. 76

[25] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Ruh At-Tarbiyah wata’lim, , Isa al-Baby al-Halby & CO, Al-Qahirah, tt. hal 267

[26] Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, 1079, hal. 552 - 553

[27] A.Tafsir, Op.cit., hal. 52